Jumat, 27 Januari 2012

khawarij dan murji'ah


    I.        PENDAHULUAN
Madzhab Khawarij muncul bersamaan dengan mazhab syi’ah. Masing-masing muncul sebagai sebuah mazhab pada masa pemerintahan Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib. Pada awalnya, pengikut kedua mazhab ini  adalah para pendukung ‘Ali, meskipun pemikiran mazhab Khawarij lebih dahulu mencul daripada madzhab Syi’ah.[1]
Murji’ah berasal dari kelompok sahabat nabi, seperti abu bakrah, Abdullah bin Umar dan Imran bin husain yang berawal mereka semua tidak mau terlibat dalam persoalan politik yang menimpa sahabat usman bin affan di ahir masa jabatannya. Dan lahirlah murji’ah.[2]
  II.        PEMBAHASAN
A.    KHAWARIJ
1)     Pengertian Khawarij
Secara bahasa kata khawarij berarti orang-orang yang telah keluar. Kata ini dipergunakan oleh kalangan Islam untuk menyebut sekelompok orang yang keluar dari barisan Ali ibn Abi Thalib r.a. karena kekecewaan mereka terhadap sikapnya yang telah menerima tawaran tahkim (arbitrase) dari kelompok Mu’awiyyah yang dikomandoi oleh Amr ibn Ash dalam Perang Shiffin ( 37H / 657 ).
Jadi, nama khawarij bukanlah berasal dari kelompok ini. Mereka sendiri lebih suka menamakan diri dengan Syurah atau para penjual, yaitu orang-orang yang menjual (mengorbankan) jiwa raga mereka demi keridhaan Allah, sesuai dengan firman Allah QS. Al-Baqarah : 207. Selain itu, ada juga istilah lain yang dipredikatkan kepada mereka, seperti Haruriah, yang dinisbatkan pada nama desa di Kufah, yaitu Harura, dan Muhakkimah, karena seringnya kelompok ini mendasarkan diri pada kalimat “la hukma illa lillah” (tidak ada hukum selain hukum Allah), atau “la hakama illa Allah” (tidak ada pengantara selain Allah).
Secara historis Khawarij adalah Firqah Bathil yang pertama muncul dalam Islam sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Al‑Fatawa,
“Bid’ah yang pertama muncul dalam Islam adalah bid’ah Khawarij.” [3]

2)     Sejarah Munculnya Khawarij dan Pokok-pokok Ajarannya
Khawarij lahir dari komponen paling berpangaruh dalam khilafah Ali ra. Yaitu dari tubuh militer pimpinan Ali ra. sendiri. Pada saat kondisi politik yang makin tidak terkendali dan dirasa sulit untuk mereda dengan prinsip masing-masing. Maka kubu Mu’awiyah ra. yang merasa akan dikalahkan dalam perang syiffin menawarkan untuk mengakhiri perang saudara itu dengan “Tahkim dibawah Al-Qur’an”.
Semula Ali ra. Tidak menyetujui tawaran ini, dengan prinsip bahwa kakuatan hukum kekhilafahannya sudah jelas dan tidak dapat dipungkiri. Namun sebagian kecil dari kelompok militer pimpinannya memaksa Ali ra. menerima ajakan kubu Mu’awiyah ra. Kelompok ini terbukti dapat mempengaruhi pendirian Ali ra. Bahkan saat keputusan yang diambil Ali ra. Untuk mengutus Abdullah bin Abbas ra. menghadapi utusan kubu lawannya Amar bin al-Ash dalam tahkim, Ali ra. malah mengalah pada nama Abu Musa al-Asy’ary yang diajukan kelompok itu menggantikan Abdullah bin Abbas ra.
Anehnya, kelompok ini yang sebelumnya memaksa Ali ra. untuk menyetujui tawaran kubu Mu’awiyah ra. Untuk mengakhiri perseteruannya dengan jalan Tahkim. Pada akhirnya setelah Tahkim berlalu dengan hasil pengangkatan Mu’awiyah ra. Sebagai khilafah menggantikan Ali ra. Mereka kemudian menilai dengan sepihak bahwa genjatan senjata dengan cara Tahkim tidak dapat dibenarkan dan illegal dalam hukum Islam.
Artinya menurut mereka, semua kelompok bahkan setiap individu yang telah mengikuti proses itu telah melanggar ketentuan syara’, karena telah melanggar prinsip dasar bahwa setiap keputusan berada pada kekuasaan Tuhan (lâ hukma illa lillâh).[4] (Abu Zahrah: 60)
Dan sesuai dengan pokok-pokok pemikiran mereka bahwa setiap yang berdosa maka ia telah kafir, maka mereka menilai bahwa setiap individu yang telah melangar prinsip tersebut telah kafir, termasuk Ali ra. Sehingga Mereka memaksanya untuk bertobat atas dosanya itu sebagaimana mereka telah bertobat karena ikut andil dalam proses Tahkim. (Abu Zahrah: 60)
Demikian watak dasar kelompok ini, yaitu keras kepala dan dikenal kelompok paling keras memegang teguh prinsipnya. Inilah yang sebenarnya menjadi penyabab utama lahirnya kelompok ini (Syalabi: 333). Khawarij adalah kelompok yang didalamnya dibentuk oleh mayoritas orang-orang Arab pedalaman (a’râbu al-bâdiyah). Mereka cenderung primitive, tradisional dan kebanyakan dari golongan ekonomi rendah, namun keadaan ekonomi yang dibawah standar tidak mendorong mereka untuk meningkatkan pendapatan. Ada sifat lain yang sangat kontradiksi dengan sifat sebelumnya, yaitu kesederhanaan dan keikhlasan dalam memperjuangkan prinsip dasar kelompoknya.
Walaupun keikhlasan itu ditutupi keberpihakan dan fanatisme buta. Dengan komposisi seperti itu, kelompok ini cenderung sempit wawasan dan keras pendirian. Prinsip dasar bahwa “tidak ada hukum, kecuali hukum Tuhan” mereka tafsirkan secara dzohir saja. (Abu Zahrah: 63)
Bukan hanya itu, sebenarnya ada “kepentingan lain” yang mendorong dualisme sifat dari kelompok ini. Yaitu; kecemburuan atas kepemimpinan golongan Quraisy. Dan pada saatnya kemudian Khawarij memilih Abdullâh bin Wahab ar-Râsiby yang diluar golongan Quraisy sebagai khalifah. Bahkan al-Yazidiyah salah satu sekte dalam Khawarij, menyatakan bahwa Allah sebenarnya juga mengutus seorang Nabi dari golongan Ajam (diluar golongan Arab) yang kemudian menghapus Syari’at Nabi Muhammad SAW. (Abu Zahrah: 63-64).
Nama khawarij diberikan pada kelompok ini karena mereka dengan sengaja keluar dari barisan Ali ra. dan tidak mendukung barisan Mu’awiyah ra. namun dari mereka menganggap bahwa nama itu berasal dari kata dasar kharaja yang terdapat pada QS: 4, 100. yang merujuk pada seseorang yang keluar dari rumahnya untuk hijrah di jalan Allah dan Rasul-Nya (Nasution: 13). Selanjutnya mereka juga menyebut kelompoknya sebagai Syurah yang berasal dari kata Yasyri (menjual), sebagaimana disebutkan dalam QS: 2, 207. tentang seseorang yang menjual dirinya untuk mendapatkan ridlo Allah (Nasution: 13, Syalabi: 309). Selain itu mereka juga disebut “Haruriyah” yang merujuk pada “Harurah’ sebuah tempat di pinggiran sungai Furat dekat kota Riqqah. Ditempat ini mereka memisahkan diri dari barisan pasukan Ali ra. saat pulang dari perang Syiffin.
Kelompok ini juga dikenal sebagai kelompok “Muhakkimah”. Sebagai kelompok dengan prinsip dasar “lâ hukma illa lillâh”. (Syalabi: 309).
3)     Sekte-sekte Khawarij
(a)  Muhakkimah
Sekte ini merupakan generasi pertama dan terdiri dari pengikut-pengikut ali dalam perang Shiffin. Mereka kemudian keluar dari barisan Ali dan berkumpul di Harurah dekat Kufah untuk menyusun kekuatan guna melakukan pemberontakan terhadap Ali bin Abi Thalib. Para pemimpin mereka adalah Abdullah ibnu Kawwa’, Attab ibn al-A’war, Abdullah ibn Wahhab ar-Rasibi, Urwah ibn Jarir, Yazid ibn’ Ashim al-Muharibi dan Harqush ibn Zuhair al-Bajali.[5]
(b)  Azariqah
Pemberian nama sekte ini dinisbahkan pada pendiriannya, Abi Rasyid Nafi’ bin al-Azraq. Dia adalah khalifah pertama yang oleh pengikutnya diberi gelar Amirul Mu’minin.
Menurut para ahli sejarah, sekte ini dikenal paling ekstrim dan radikal daipada sekte lainnya di kalangan khawarij. Hal ini ditandaoi dengan dipergunakannya term musyrik bagi orang yang melakukan dosa besar, sedangkan sekte lain dari kawarij hanya menggunakan term kafir, term musyrik  dalam islam merupakan dosa yang paling besar melebihi dosa kafir.
Mereka juga berpendapat bahwa  wilayah yang berbeda dengan wilayah mereka disebut dengan Dar kafr. Mereka juga mengharamkan taqiyah, baik dalam bentuk perkataan maupun perbuatan. Bahkan mereka berpendapat bahwa seorang nabi bisa saja dapat berbuat kafir sebelum maupun sesudah diutus Allah. Selanjutnya mereka berpandangan bahwa anak seorang musyrik adalah seperti bapaknya, mereka kekal di neraka. Sedangkan orang berbuat dosa zina dibatalkan atasnya hokum rajam.[6] 
(c)   Najdah
Golongan ini berpendapat bahwa berdusta lebih jahat daripada berzina, tetap mengerjakan dosa kecil, merupakan syirik; mengerjakan dosa besar tidak terus menerus tidaklah merupakan syirik dan bahwa darah ahlul wadzdzimmah di dalam darut taqiyah, halal ditumpahkan.[7]
(d)  Ibadliyah
Aliran ini dipimpin oleh ‘Abdullah ibn ibadh. Mereka merupakan penganut paham khawarij yang paling moderat dan luwes serta paling dekat dengan paham sunni. Oleh sebab itu, aliran ini masih tetap bertahan sekarang. Mereka memilih fiqh yang baik dan ulama yang cerdas.
Beberapa pendapat mereka yang menonjol ialah :
(i)    Orang islam yang berbeda paham dengan mereka bukan orang musyrik, tetapi juga bukan orang mu’min. mereka menanamkannya dengan orang kafir, yaitu kafir akan nikmat, bukan kafir dalam keyakinan karena orang tersebut tidak mengingkari adanya Allah, tetapi hanya lengah untuk mendekatkan diiri kepada Allah.
(ii)  Haram memerangi orang yang tidak sepaham dengan aliran Ibadhiyyah dan wilayah mereka adalah wilayah tauhid dan islam, kecuali wilayah pasukan tentara pemerintah. Akan tetapi, mereka menyembunyikan pendapat itu.
(iii)    Harta rampasan perang dari kaum muslimin yang menjadi lawan mereka haram diambil, kecuali kuda, senjata dan perlengkapan perang lainnya, sedangkan emas dan perak harus dikembalikan.
(iv)Orang yang berbeda pendapat dengan Ibadhiyyah dapat menjadikan saksi dalam suatu perkara. Boleh menikahi mereka, serta saling mawarisi antara mereka dan penganut khawarij lainnya tetap berlaku.[8]
(e)  Shaffariyah
Sekte ini adalah pengikut Ziyad ibn al-Ashfar. Pandangan sekte ini lebih lunak dibandingkan dengan pandangan al-Azariqah, namun lebih ekstrim disbanding ajaran khawarij lainnya.
Menurut kelompok ini, orang yang melakukan dosa besar dikenakan had sebagaimana yang telah ditentukan oleh Allah, seperti pencuri, penzina dan sebagainya. Sedangkan pelaku dosa besar yang tidak ada hadnya, maka dia disebut kafir. Namun demikian, ada yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar yang tidak ada hadnya tidak boleh dikafirkan kecuali atas keputusan hakim.
Menurut sekte ini, syirik terbagi menjadi dua macam, yaitu syirik kepada ketaatan terhadap syaitan dan syirik kepada penyembahan berhala sebagaimana juga mereka membagi kafir pada kafir nikmat dan kafir terhadap Tuhan.[9]
(f)   Ajaridah
Ajaridah adalah pengikut Abdul Karim bin Ajrad. Dia adalah pemimpin sekte yang lebih lunak daripada pemimpin sekte khawarij lainnya. Menurut mereka, hijrah bukan merupakan kewajibantetapi kebijakan sehingga bila pengikutnya tinggal di luar kekuasaan mereka, tidak dianggap kafir.
Selanjutnya sekte ini terbagi atas beberapa sub sekte yang dibedakan atas tiga pandangan penting :
(i)    Shilatiyah, memisahkan pandangannya dari sub sekte yang lain dengan pertanyaan bahwa seseorang tidak mewarisi dosa orangtuanya dan seseorang tidak dapat dimusuhi sebelum menerima dakwah Islam.
(ii)  Maimuniyah,berpendapat bahwa perbuatan manusia ditentukan oleh kejendak manusia sendiri dengan potensi yang diberikan oleh Allah. Selanjutnya sub sekte ini didukung oleh sekte hamziyah dan khalfiyah. Hanya saja dalam pandangan hamziyah seorang anak musyrik masih di neraka sebagai pandangan yang lain.
(iii)    Asyy-Syu’aibiyah dan al-Hazmiyah. Kelompok ini bertentangan dengan pendapat yang menyatakan bahwa Allahlah yang menentukan perbuatan manusia.
B.    MURJI’AH
1)     Pengertian Murji’ah
Murji’ah berawal dari bahasa arab berasal dari kata Arja’a Yurji’u Irja’a yang artinya menangguhkan. Pengertian ini lebih condong ke sifat politis daripada teologis. Kata Arja’a mengandung pula arti memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh ampunan dan rohmat dari Allah. Selain itu pula meletakkan dibelakang atau mengemudikan, dalam hal ini orang yang beramal dan beribadah sehingga murji’ah lebih jelasnya berarti golongan orang-orang yang menunda penjelasan kedudukan seorang yang bersengketa dari Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing, dihari kiamat.[10]
2)     Sejarah Munculnya Murji’ah dan Pokok-pokok Ajarannya
Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul murji’ah :
1.     Teori yang menyatakan bahwa gagasaan irja’, merupakan basis pertama kali sebagai gerakan politik yang diperlihatkan oleh al-hasan bin muhammad al-hanafiyah, bentuk pendoktrinan politik. Gagasan ini menceritakan bahwa 20 tahun setelah kematian muawiyah. Tepatnya pada tahun 680 H dunia islam mulai dikoyak oleh pertikaian sipil. Hal ini al-muhtar membawa paham syi’ah ke kuffah dari tahun 685-687 H, ibnu zubair mengklaim kekhalifahan di mekkah berada di kekuasaan islam. Respon ini muncul gagasan irja’ atau penagguhan (postponenment). Dengan sikapnya hasan menangani murji’ah berdasarkan mencoba untuk mananggulangi perpecahan umat islam. Ia kemudian mengelak berdampingan dengan kelompok syi’ah revolusioner yang terlamopau menggunakan ali dan para pengikutnya, serta menjauhkan diri dati khawarij yang menolak mengakui kekhalifahan muawiyah dengan alasan bahwa ia adalah keturunan dari sang nepotisme usman.
2.     Teoti yang kedua Menjelaskan perseteruan antara ali dan muawiyah, dengan adanya tahkim (arbitrasi) atas usulan amar bin ash, seorang kaki tangan muawiyah. Kelompok ali terpecah menjadi dua kubu (pro dan kontra). Kelompok kontra yaitu yang menyatakan keluar dari ali dalam hal ini disebut kubu khawarij. Mereka mamandang bahwa tahkim bertentangan dengan al-quran dalam pengertian tidak berdasarkan hukum Allah. Oleh karena itu mereka berpendapat bahwa melakukan tahkim itu merupakan dosa besar dan pelakunya dihukumi kafir. Pendapat ini ditentang oleh kelompok murjiah yang mengatakan pembuat dosa besar itu tetap mu’min tidak kafir, sementara dosanya diserahkan kepada Allah apakah dia akan mengampuni apa tidak.[11]   
3)     Ajaran Pokok Murji’ah
Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja’ atau arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan politik maupun teologis. Dibidang politik doktrin irja diimplementasikan dengan sikap netral atau nonblok yang  hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam. Adapun dibidang teologi doktrin irja’ dikembangkan oleh murji’ah ketika menghadapi persoalan-persoalan teologis yang muncul. Menurut beberapa tokoh garis besar ajaran murji’ah sebagai berikut :
1.     Penangguhan keputusan terhadap ali dan mu’awiyah hingga Allah yang menentukan di hari akhir kelak
2.     Penangguhan ali untuk menduduki rangking ke empat dalam peringkat kekhalifahan ar-rosyidin
3.     Memberikan harapan kepada orang muslim yang melakukan dosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah
4.     Doktrin murji’ah menyerupai pengajaran mazhab yang skeptis dan empiris dari kalangan helenis (meletakkan pentingnya iman daripada amal)
III.        PENUTUP
khawarij berarti orang-orang yang telah keluar. Kata ini dipergunakan oleh kalangan Islam untuk menyebut sekelompok orang yang keluar dari barisan Ali ibn Abi Thalib r.a. karena kekecewaan mereka terhadap sikapnya yang telah menerima tawaran tahkim (arbitrase) dari kelompok Mu’awiyyah yang dikomandoi oleh Amr ibn Ash dalam Perang Shiffin ( 37H / 657 ).
Berikut sekte-sekte dalam khawarij : Muhakkimah, Azariqah, Najdah, Ibadliyah, Shaffariyah, Ajaridah.
Murji’ah berawal dari bahasa arab berasal dari kata Arja’a Yurji’u Irja’a yang artinya menangguhkan. Pengertian ini lebih condong ke sifat politis daripada teologis. Kata Arja’a mengandung pula arti memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh ampunan dan rohmat dari Allah. Selain itu pula meletakkan dibelakang atau mengemudikan, dalam hal ini orang yang beramal dan beribadah sehingga murji’ah lebih jelasnya berarti golongan orang-orang yang menunda penjelasan kedudukan seorang yang bersengketa dari Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing, dihari kiamat.
Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul murji’ah :
·     Teori yang pertama menyatakan bahwa gagasaan irja’, merupakan basis pertama kali sebagai gerakan politik yang diperlihatkan oleh al-hasan bin muhammad al-hanafiyah, bentuk pendoktrinan politik.
·     Teori yang kedua Menjelaskan perseteruan antara ali dan muawiyah, dengan adanya tahkim (arbitrasi) atas usulan amar bin ash, seorang kaki tangan muawiyah. 
Menurut beberapa tokoh garis besar ajaran murji’ah sebagai berikut :
·       Penangguhan keputusan terhadap ali dan mu’awiyah hingga Allah yang menentukan di hari akhir kelak
·       Penangguhan ali untuk menduduki rangking ke empat dalam peringkat kekhalifahan ar-rosyidin
·       Memberikan harapan kepada orang muslim yang melakukan dosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah
·       Doktrin murji’ah menyerupai pengajaran mazhab yang skeptis dan empiris dari kalangan helenis (meletakkan pentingnya iman daripada amal)

IV.        DAFTAR PUSTAKA
Al-Syahrastani dan  Al-Milal wa al-Nihal.  2004.  Aliran-aliran Teologi dan Islam, penterjemah Syuaidi Asy’ari.  Bandung:Mizan
Anwar, Rosihon dan Abdul Rozak. 2003.  ILMU KALAM . Bandung : CV Pustaka Setia
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 2001. SEJARAH & PENGANTAR ILMU TAUHID/KALAM. Semarang: Pustaka Ryzki Putra
Zahrah, Imam Muhammad Abu. 1996.  ALIRAN POLITIK DAN ‘AQIDAH DALAM ISLAM. Jakarta : Logos Publishing House
Zuhri,Amat. 2008. Warna-Warni TEOLOGI ISLAM.  Pekalongan : STAIN Press


[1] Imam Muhammad Abu Zahrah, ALIRAN POLITIK DAN ‘AQIDAH DALAM ISLAM, Jakarta : Logos Publishing House, 1996,  hal:63
[2] Amat Zuhri, Warna-Warni TEOLOGI ISLAM, Pekalongan : STAIN Press, 2008,  hal:56
[3] http://kalamstai.blogspot.com/2009/03/aliran-khawarij.html

[5] Al-Syahrastani, Al-Milal wa al-Nihal, Aliran-aliran Teologi dan Islam, penterjemah Syuaidi Asy’ari, Bandung:Mizan, 2004, hal:183
[6] Amat Zuhri,  Op.Cit,hal: 32
[7] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, SEJARAH & PENGANTAR ILMU TAUHID/KALAM, Semarang: Pustaka Ryzki Putra, 2001, hal:161
[8] Imam Muhammad Abu Zahrah,..Op.Cit, hal: 84
[9] Amat Zuhri, Op.Cit, Hal: 34
[10] Rosihon Anwar dan Abdul Rozak, ILMU KALAM , Bandung : CV Pustaka Setiia, 2003, hal:56
[11] http://dinulislami.blogspot.com/2009/08/murjiah.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar