Jumat, 27 Januari 2012

khawarij dan murji'ah


    I.        PENDAHULUAN
Madzhab Khawarij muncul bersamaan dengan mazhab syi’ah. Masing-masing muncul sebagai sebuah mazhab pada masa pemerintahan Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib. Pada awalnya, pengikut kedua mazhab ini  adalah para pendukung ‘Ali, meskipun pemikiran mazhab Khawarij lebih dahulu mencul daripada madzhab Syi’ah.[1]
Murji’ah berasal dari kelompok sahabat nabi, seperti abu bakrah, Abdullah bin Umar dan Imran bin husain yang berawal mereka semua tidak mau terlibat dalam persoalan politik yang menimpa sahabat usman bin affan di ahir masa jabatannya. Dan lahirlah murji’ah.[2]
  II.        PEMBAHASAN
A.    KHAWARIJ
1)     Pengertian Khawarij
Secara bahasa kata khawarij berarti orang-orang yang telah keluar. Kata ini dipergunakan oleh kalangan Islam untuk menyebut sekelompok orang yang keluar dari barisan Ali ibn Abi Thalib r.a. karena kekecewaan mereka terhadap sikapnya yang telah menerima tawaran tahkim (arbitrase) dari kelompok Mu’awiyyah yang dikomandoi oleh Amr ibn Ash dalam Perang Shiffin ( 37H / 657 ).
Jadi, nama khawarij bukanlah berasal dari kelompok ini. Mereka sendiri lebih suka menamakan diri dengan Syurah atau para penjual, yaitu orang-orang yang menjual (mengorbankan) jiwa raga mereka demi keridhaan Allah, sesuai dengan firman Allah QS. Al-Baqarah : 207. Selain itu, ada juga istilah lain yang dipredikatkan kepada mereka, seperti Haruriah, yang dinisbatkan pada nama desa di Kufah, yaitu Harura, dan Muhakkimah, karena seringnya kelompok ini mendasarkan diri pada kalimat “la hukma illa lillah” (tidak ada hukum selain hukum Allah), atau “la hakama illa Allah” (tidak ada pengantara selain Allah).
Secara historis Khawarij adalah Firqah Bathil yang pertama muncul dalam Islam sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Taimiyah dalam kitabnya Al‑Fatawa,
“Bid’ah yang pertama muncul dalam Islam adalah bid’ah Khawarij.” [3]

2)     Sejarah Munculnya Khawarij dan Pokok-pokok Ajarannya
Khawarij lahir dari komponen paling berpangaruh dalam khilafah Ali ra. Yaitu dari tubuh militer pimpinan Ali ra. sendiri. Pada saat kondisi politik yang makin tidak terkendali dan dirasa sulit untuk mereda dengan prinsip masing-masing. Maka kubu Mu’awiyah ra. yang merasa akan dikalahkan dalam perang syiffin menawarkan untuk mengakhiri perang saudara itu dengan “Tahkim dibawah Al-Qur’an”.
Semula Ali ra. Tidak menyetujui tawaran ini, dengan prinsip bahwa kakuatan hukum kekhilafahannya sudah jelas dan tidak dapat dipungkiri. Namun sebagian kecil dari kelompok militer pimpinannya memaksa Ali ra. menerima ajakan kubu Mu’awiyah ra. Kelompok ini terbukti dapat mempengaruhi pendirian Ali ra. Bahkan saat keputusan yang diambil Ali ra. Untuk mengutus Abdullah bin Abbas ra. menghadapi utusan kubu lawannya Amar bin al-Ash dalam tahkim, Ali ra. malah mengalah pada nama Abu Musa al-Asy’ary yang diajukan kelompok itu menggantikan Abdullah bin Abbas ra.
Anehnya, kelompok ini yang sebelumnya memaksa Ali ra. untuk menyetujui tawaran kubu Mu’awiyah ra. Untuk mengakhiri perseteruannya dengan jalan Tahkim. Pada akhirnya setelah Tahkim berlalu dengan hasil pengangkatan Mu’awiyah ra. Sebagai khilafah menggantikan Ali ra. Mereka kemudian menilai dengan sepihak bahwa genjatan senjata dengan cara Tahkim tidak dapat dibenarkan dan illegal dalam hukum Islam.
Artinya menurut mereka, semua kelompok bahkan setiap individu yang telah mengikuti proses itu telah melanggar ketentuan syara’, karena telah melanggar prinsip dasar bahwa setiap keputusan berada pada kekuasaan Tuhan (lâ hukma illa lillâh).[4] (Abu Zahrah: 60)
Dan sesuai dengan pokok-pokok pemikiran mereka bahwa setiap yang berdosa maka ia telah kafir, maka mereka menilai bahwa setiap individu yang telah melangar prinsip tersebut telah kafir, termasuk Ali ra. Sehingga Mereka memaksanya untuk bertobat atas dosanya itu sebagaimana mereka telah bertobat karena ikut andil dalam proses Tahkim. (Abu Zahrah: 60)
Demikian watak dasar kelompok ini, yaitu keras kepala dan dikenal kelompok paling keras memegang teguh prinsipnya. Inilah yang sebenarnya menjadi penyabab utama lahirnya kelompok ini (Syalabi: 333). Khawarij adalah kelompok yang didalamnya dibentuk oleh mayoritas orang-orang Arab pedalaman (a’râbu al-bâdiyah). Mereka cenderung primitive, tradisional dan kebanyakan dari golongan ekonomi rendah, namun keadaan ekonomi yang dibawah standar tidak mendorong mereka untuk meningkatkan pendapatan. Ada sifat lain yang sangat kontradiksi dengan sifat sebelumnya, yaitu kesederhanaan dan keikhlasan dalam memperjuangkan prinsip dasar kelompoknya.
Walaupun keikhlasan itu ditutupi keberpihakan dan fanatisme buta. Dengan komposisi seperti itu, kelompok ini cenderung sempit wawasan dan keras pendirian. Prinsip dasar bahwa “tidak ada hukum, kecuali hukum Tuhan” mereka tafsirkan secara dzohir saja. (Abu Zahrah: 63)
Bukan hanya itu, sebenarnya ada “kepentingan lain” yang mendorong dualisme sifat dari kelompok ini. Yaitu; kecemburuan atas kepemimpinan golongan Quraisy. Dan pada saatnya kemudian Khawarij memilih Abdullâh bin Wahab ar-Râsiby yang diluar golongan Quraisy sebagai khalifah. Bahkan al-Yazidiyah salah satu sekte dalam Khawarij, menyatakan bahwa Allah sebenarnya juga mengutus seorang Nabi dari golongan Ajam (diluar golongan Arab) yang kemudian menghapus Syari’at Nabi Muhammad SAW. (Abu Zahrah: 63-64).
Nama khawarij diberikan pada kelompok ini karena mereka dengan sengaja keluar dari barisan Ali ra. dan tidak mendukung barisan Mu’awiyah ra. namun dari mereka menganggap bahwa nama itu berasal dari kata dasar kharaja yang terdapat pada QS: 4, 100. yang merujuk pada seseorang yang keluar dari rumahnya untuk hijrah di jalan Allah dan Rasul-Nya (Nasution: 13). Selanjutnya mereka juga menyebut kelompoknya sebagai Syurah yang berasal dari kata Yasyri (menjual), sebagaimana disebutkan dalam QS: 2, 207. tentang seseorang yang menjual dirinya untuk mendapatkan ridlo Allah (Nasution: 13, Syalabi: 309). Selain itu mereka juga disebut “Haruriyah” yang merujuk pada “Harurah’ sebuah tempat di pinggiran sungai Furat dekat kota Riqqah. Ditempat ini mereka memisahkan diri dari barisan pasukan Ali ra. saat pulang dari perang Syiffin.
Kelompok ini juga dikenal sebagai kelompok “Muhakkimah”. Sebagai kelompok dengan prinsip dasar “lâ hukma illa lillâh”. (Syalabi: 309).
3)     Sekte-sekte Khawarij
(a)  Muhakkimah
Sekte ini merupakan generasi pertama dan terdiri dari pengikut-pengikut ali dalam perang Shiffin. Mereka kemudian keluar dari barisan Ali dan berkumpul di Harurah dekat Kufah untuk menyusun kekuatan guna melakukan pemberontakan terhadap Ali bin Abi Thalib. Para pemimpin mereka adalah Abdullah ibnu Kawwa’, Attab ibn al-A’war, Abdullah ibn Wahhab ar-Rasibi, Urwah ibn Jarir, Yazid ibn’ Ashim al-Muharibi dan Harqush ibn Zuhair al-Bajali.[5]
(b)  Azariqah
Pemberian nama sekte ini dinisbahkan pada pendiriannya, Abi Rasyid Nafi’ bin al-Azraq. Dia adalah khalifah pertama yang oleh pengikutnya diberi gelar Amirul Mu’minin.
Menurut para ahli sejarah, sekte ini dikenal paling ekstrim dan radikal daipada sekte lainnya di kalangan khawarij. Hal ini ditandaoi dengan dipergunakannya term musyrik bagi orang yang melakukan dosa besar, sedangkan sekte lain dari kawarij hanya menggunakan term kafir, term musyrik  dalam islam merupakan dosa yang paling besar melebihi dosa kafir.
Mereka juga berpendapat bahwa  wilayah yang berbeda dengan wilayah mereka disebut dengan Dar kafr. Mereka juga mengharamkan taqiyah, baik dalam bentuk perkataan maupun perbuatan. Bahkan mereka berpendapat bahwa seorang nabi bisa saja dapat berbuat kafir sebelum maupun sesudah diutus Allah. Selanjutnya mereka berpandangan bahwa anak seorang musyrik adalah seperti bapaknya, mereka kekal di neraka. Sedangkan orang berbuat dosa zina dibatalkan atasnya hokum rajam.[6] 
(c)   Najdah
Golongan ini berpendapat bahwa berdusta lebih jahat daripada berzina, tetap mengerjakan dosa kecil, merupakan syirik; mengerjakan dosa besar tidak terus menerus tidaklah merupakan syirik dan bahwa darah ahlul wadzdzimmah di dalam darut taqiyah, halal ditumpahkan.[7]
(d)  Ibadliyah
Aliran ini dipimpin oleh ‘Abdullah ibn ibadh. Mereka merupakan penganut paham khawarij yang paling moderat dan luwes serta paling dekat dengan paham sunni. Oleh sebab itu, aliran ini masih tetap bertahan sekarang. Mereka memilih fiqh yang baik dan ulama yang cerdas.
Beberapa pendapat mereka yang menonjol ialah :
(i)    Orang islam yang berbeda paham dengan mereka bukan orang musyrik, tetapi juga bukan orang mu’min. mereka menanamkannya dengan orang kafir, yaitu kafir akan nikmat, bukan kafir dalam keyakinan karena orang tersebut tidak mengingkari adanya Allah, tetapi hanya lengah untuk mendekatkan diiri kepada Allah.
(ii)  Haram memerangi orang yang tidak sepaham dengan aliran Ibadhiyyah dan wilayah mereka adalah wilayah tauhid dan islam, kecuali wilayah pasukan tentara pemerintah. Akan tetapi, mereka menyembunyikan pendapat itu.
(iii)    Harta rampasan perang dari kaum muslimin yang menjadi lawan mereka haram diambil, kecuali kuda, senjata dan perlengkapan perang lainnya, sedangkan emas dan perak harus dikembalikan.
(iv)Orang yang berbeda pendapat dengan Ibadhiyyah dapat menjadikan saksi dalam suatu perkara. Boleh menikahi mereka, serta saling mawarisi antara mereka dan penganut khawarij lainnya tetap berlaku.[8]
(e)  Shaffariyah
Sekte ini adalah pengikut Ziyad ibn al-Ashfar. Pandangan sekte ini lebih lunak dibandingkan dengan pandangan al-Azariqah, namun lebih ekstrim disbanding ajaran khawarij lainnya.
Menurut kelompok ini, orang yang melakukan dosa besar dikenakan had sebagaimana yang telah ditentukan oleh Allah, seperti pencuri, penzina dan sebagainya. Sedangkan pelaku dosa besar yang tidak ada hadnya, maka dia disebut kafir. Namun demikian, ada yang berpendapat bahwa pelaku dosa besar yang tidak ada hadnya tidak boleh dikafirkan kecuali atas keputusan hakim.
Menurut sekte ini, syirik terbagi menjadi dua macam, yaitu syirik kepada ketaatan terhadap syaitan dan syirik kepada penyembahan berhala sebagaimana juga mereka membagi kafir pada kafir nikmat dan kafir terhadap Tuhan.[9]
(f)   Ajaridah
Ajaridah adalah pengikut Abdul Karim bin Ajrad. Dia adalah pemimpin sekte yang lebih lunak daripada pemimpin sekte khawarij lainnya. Menurut mereka, hijrah bukan merupakan kewajibantetapi kebijakan sehingga bila pengikutnya tinggal di luar kekuasaan mereka, tidak dianggap kafir.
Selanjutnya sekte ini terbagi atas beberapa sub sekte yang dibedakan atas tiga pandangan penting :
(i)    Shilatiyah, memisahkan pandangannya dari sub sekte yang lain dengan pertanyaan bahwa seseorang tidak mewarisi dosa orangtuanya dan seseorang tidak dapat dimusuhi sebelum menerima dakwah Islam.
(ii)  Maimuniyah,berpendapat bahwa perbuatan manusia ditentukan oleh kejendak manusia sendiri dengan potensi yang diberikan oleh Allah. Selanjutnya sub sekte ini didukung oleh sekte hamziyah dan khalfiyah. Hanya saja dalam pandangan hamziyah seorang anak musyrik masih di neraka sebagai pandangan yang lain.
(iii)    Asyy-Syu’aibiyah dan al-Hazmiyah. Kelompok ini bertentangan dengan pendapat yang menyatakan bahwa Allahlah yang menentukan perbuatan manusia.
B.    MURJI’AH
1)     Pengertian Murji’ah
Murji’ah berawal dari bahasa arab berasal dari kata Arja’a Yurji’u Irja’a yang artinya menangguhkan. Pengertian ini lebih condong ke sifat politis daripada teologis. Kata Arja’a mengandung pula arti memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh ampunan dan rohmat dari Allah. Selain itu pula meletakkan dibelakang atau mengemudikan, dalam hal ini orang yang beramal dan beribadah sehingga murji’ah lebih jelasnya berarti golongan orang-orang yang menunda penjelasan kedudukan seorang yang bersengketa dari Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing, dihari kiamat.[10]
2)     Sejarah Munculnya Murji’ah dan Pokok-pokok Ajarannya
Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul murji’ah :
1.     Teori yang menyatakan bahwa gagasaan irja’, merupakan basis pertama kali sebagai gerakan politik yang diperlihatkan oleh al-hasan bin muhammad al-hanafiyah, bentuk pendoktrinan politik. Gagasan ini menceritakan bahwa 20 tahun setelah kematian muawiyah. Tepatnya pada tahun 680 H dunia islam mulai dikoyak oleh pertikaian sipil. Hal ini al-muhtar membawa paham syi’ah ke kuffah dari tahun 685-687 H, ibnu zubair mengklaim kekhalifahan di mekkah berada di kekuasaan islam. Respon ini muncul gagasan irja’ atau penagguhan (postponenment). Dengan sikapnya hasan menangani murji’ah berdasarkan mencoba untuk mananggulangi perpecahan umat islam. Ia kemudian mengelak berdampingan dengan kelompok syi’ah revolusioner yang terlamopau menggunakan ali dan para pengikutnya, serta menjauhkan diri dati khawarij yang menolak mengakui kekhalifahan muawiyah dengan alasan bahwa ia adalah keturunan dari sang nepotisme usman.
2.     Teoti yang kedua Menjelaskan perseteruan antara ali dan muawiyah, dengan adanya tahkim (arbitrasi) atas usulan amar bin ash, seorang kaki tangan muawiyah. Kelompok ali terpecah menjadi dua kubu (pro dan kontra). Kelompok kontra yaitu yang menyatakan keluar dari ali dalam hal ini disebut kubu khawarij. Mereka mamandang bahwa tahkim bertentangan dengan al-quran dalam pengertian tidak berdasarkan hukum Allah. Oleh karena itu mereka berpendapat bahwa melakukan tahkim itu merupakan dosa besar dan pelakunya dihukumi kafir. Pendapat ini ditentang oleh kelompok murjiah yang mengatakan pembuat dosa besar itu tetap mu’min tidak kafir, sementara dosanya diserahkan kepada Allah apakah dia akan mengampuni apa tidak.[11]   
3)     Ajaran Pokok Murji’ah
Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin irja’ atau arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan politik maupun teologis. Dibidang politik doktrin irja diimplementasikan dengan sikap netral atau nonblok yang  hampir selalu diekspresikan dengan sikap diam. Adapun dibidang teologi doktrin irja’ dikembangkan oleh murji’ah ketika menghadapi persoalan-persoalan teologis yang muncul. Menurut beberapa tokoh garis besar ajaran murji’ah sebagai berikut :
1.     Penangguhan keputusan terhadap ali dan mu’awiyah hingga Allah yang menentukan di hari akhir kelak
2.     Penangguhan ali untuk menduduki rangking ke empat dalam peringkat kekhalifahan ar-rosyidin
3.     Memberikan harapan kepada orang muslim yang melakukan dosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah
4.     Doktrin murji’ah menyerupai pengajaran mazhab yang skeptis dan empiris dari kalangan helenis (meletakkan pentingnya iman daripada amal)
III.        PENUTUP
khawarij berarti orang-orang yang telah keluar. Kata ini dipergunakan oleh kalangan Islam untuk menyebut sekelompok orang yang keluar dari barisan Ali ibn Abi Thalib r.a. karena kekecewaan mereka terhadap sikapnya yang telah menerima tawaran tahkim (arbitrase) dari kelompok Mu’awiyyah yang dikomandoi oleh Amr ibn Ash dalam Perang Shiffin ( 37H / 657 ).
Berikut sekte-sekte dalam khawarij : Muhakkimah, Azariqah, Najdah, Ibadliyah, Shaffariyah, Ajaridah.
Murji’ah berawal dari bahasa arab berasal dari kata Arja’a Yurji’u Irja’a yang artinya menangguhkan. Pengertian ini lebih condong ke sifat politis daripada teologis. Kata Arja’a mengandung pula arti memberi harapan, yakni memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh ampunan dan rohmat dari Allah. Selain itu pula meletakkan dibelakang atau mengemudikan, dalam hal ini orang yang beramal dan beribadah sehingga murji’ah lebih jelasnya berarti golongan orang-orang yang menunda penjelasan kedudukan seorang yang bersengketa dari Ali dan Muawiyah serta pasukannya masing-masing, dihari kiamat.
Ada beberapa teori yang berkembang mengenai asal-usul murji’ah :
·     Teori yang pertama menyatakan bahwa gagasaan irja’, merupakan basis pertama kali sebagai gerakan politik yang diperlihatkan oleh al-hasan bin muhammad al-hanafiyah, bentuk pendoktrinan politik.
·     Teori yang kedua Menjelaskan perseteruan antara ali dan muawiyah, dengan adanya tahkim (arbitrasi) atas usulan amar bin ash, seorang kaki tangan muawiyah. 
Menurut beberapa tokoh garis besar ajaran murji’ah sebagai berikut :
·       Penangguhan keputusan terhadap ali dan mu’awiyah hingga Allah yang menentukan di hari akhir kelak
·       Penangguhan ali untuk menduduki rangking ke empat dalam peringkat kekhalifahan ar-rosyidin
·       Memberikan harapan kepada orang muslim yang melakukan dosa besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah
·       Doktrin murji’ah menyerupai pengajaran mazhab yang skeptis dan empiris dari kalangan helenis (meletakkan pentingnya iman daripada amal)

IV.        DAFTAR PUSTAKA
Al-Syahrastani dan  Al-Milal wa al-Nihal.  2004.  Aliran-aliran Teologi dan Islam, penterjemah Syuaidi Asy’ari.  Bandung:Mizan
Anwar, Rosihon dan Abdul Rozak. 2003.  ILMU KALAM . Bandung : CV Pustaka Setia
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi. 2001. SEJARAH & PENGANTAR ILMU TAUHID/KALAM. Semarang: Pustaka Ryzki Putra
Zahrah, Imam Muhammad Abu. 1996.  ALIRAN POLITIK DAN ‘AQIDAH DALAM ISLAM. Jakarta : Logos Publishing House
Zuhri,Amat. 2008. Warna-Warni TEOLOGI ISLAM.  Pekalongan : STAIN Press


[1] Imam Muhammad Abu Zahrah, ALIRAN POLITIK DAN ‘AQIDAH DALAM ISLAM, Jakarta : Logos Publishing House, 1996,  hal:63
[2] Amat Zuhri, Warna-Warni TEOLOGI ISLAM, Pekalongan : STAIN Press, 2008,  hal:56
[3] http://kalamstai.blogspot.com/2009/03/aliran-khawarij.html

[5] Al-Syahrastani, Al-Milal wa al-Nihal, Aliran-aliran Teologi dan Islam, penterjemah Syuaidi Asy’ari, Bandung:Mizan, 2004, hal:183
[6] Amat Zuhri,  Op.Cit,hal: 32
[7] Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, SEJARAH & PENGANTAR ILMU TAUHID/KALAM, Semarang: Pustaka Ryzki Putra, 2001, hal:161
[8] Imam Muhammad Abu Zahrah,..Op.Cit, hal: 84
[9] Amat Zuhri, Op.Cit, Hal: 34
[10] Rosihon Anwar dan Abdul Rozak, ILMU KALAM , Bandung : CV Pustaka Setiia, 2003, hal:56
[11] http://dinulislami.blogspot.com/2009/08/murjiah.html

faktor-faktor yang mempengaruhi belajar


       I.          PENDAHULUAN
Banyak orang yang beranggapan, bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah mencari ilmu atau menuntut ilmu. Ada lagi yang secara khusus mengartikan belajar adalah menyerap pengetahuan. Memang kalau kita bertanya kepada seseorang tentang apakah belajar itu, akan memperoleh jawaban yang bermacam-macam. Perbedaan pendapat orang tentang arti belajar itu disebabkan karena adanya kenyataan, bahwa perbuatan belajar itu sendiri bermacam-macam. Banyak  jenis kegiatan yang oleh kebanyakan orang dapat disepakati sebagai perbuatan belajar misalnya menirukan ucapan kalimat, mengumpulkan perbendaharaan kata, mengumpulkan fakta-fakta, menghafalkan lagu, menghitung dan mengerjakan soal-soal matematika, dan sebagainya. Tidak semua kegiatan dapat tergolong sebagai kegiatan belajar misalnya : melamun, marah, menjiplak, dan menikmati hiburan.
Berikut ini akan dijelaskan tentang belajar sekaligus faktor-faktor yang mempengaruhinya.
     II.          PEMBAHASAN
1)     Pengertian Belajar
Terdapat banyak definisi belajar. Berikut ini dikemukakan beberapa definisi yang menurut para ahli.
a.      Menurut James O. Wittaker, belajar dapat didefinisikan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. “Learning may be defined as the process by which behavior originates or is altered through training or experience.” (Wittaker, 1970:15). Dengan demikian, perubahan-perubahan tingkah laku akibat pertumbuhan fisik atau kematangan, kelelahan, penyakit, atau pengaruh obat-obatan adalah tidak termasuk sebagai belajar.
b.     Definisi yang tidak jauh berbeda dengan definisi diatas, dikemukakan oleh Cronbach dalam bukunya yang berjudul “Educational Psychology.” “Learning is shown by change in behavior as a result of expe-rience.” (Cronbach,1954:p.47). Dengan demikian, belajar yang efektif adalah melalui pengalaman. Dalam proses belajar, seseorang berinteraksi langsung dengan objek belajar dengan menggunakan semua alat indranya.[1]
c.      Hilgard dan Bower, dalam bukunya Theories of Learning, mengemukakan bahwa “Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu”.
d.     Gagne, dalam bukunya The Conditions of Learning, menyatakan bahwa “Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi”.
e.      Morgan, dalam bukunya Introduction to Psychology, menyatakan bahwa “belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman”.
f.      Witherington, dalam bukunya Educational Psychology, menyatakan bahwa “Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertiian”.[2]
g.     Good dan Brophy dalam bukunya Educational Psychology a Approach mengemukakan arti belajar yaitu Learning is the development of new assosiations as a result of experiience. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dilihat dengan nyata, proses itu terjadi didalam diri seseorang yang sedang mengalami belajar.[3]
Belajar menurut anggapan sementara orang, adalah proses yang terjadi dalam otak manusia. Saraf dan sel-sel otak yang bekerja mengumpulkan semua yang dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, dan lain-lain, lantas disusun oleh otak sebagai hasil belajar. Itulah sebabnya, orang tidak bisa belajar jika fungsi otaknya terganggu.[4]
Secara singkat dan secara umum, belajar dapat diartikan sebagai “perubahan perilaku yang relatif tetap sebagai hasil adanya pengalaman”. Disini tidak termasuk perubahan perilaku yang diakibatkan oleh kerusakan atau cacat fisik, penyakit, obat-obatan, atau perubahan karena proses pematangan.[5]
Dari definisi-definisi yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan adanya beberapa elemen penting yang mencirikan pengertian tentang belajar, yaitu :
1.     Situasi belajar mesti bertujuan, dan tujuan-tujuan tersebut diterima, baik oleh individu maupun masyarakat.
2.     Belajar adalah suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengalahkan kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi jiga ada kemungkinan yang mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.
3.     Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman.
4.     Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu relatif mantap, harus merupakan akhir dari suatu periode waktu yang cukup panjang.
5.     Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis.[6]
2)     Beberapa Aktifitas yang Termasuk Belajar
Telah dikemukakan diatas, bahwa belajar tergantung pada kebutuhan dan motivasii. Sebelum dikemukakan jenis aktivitas belajar, baiknya dikemukakan dulu tentang set belajar.
a.      Gambaran tentang set belajar
Suatu set adalah arah terhadap pekerjaan didalam suatu set terdapat berbagai alternatif objek atau materi. Manfaat dari set belajar adalah membuat sipelajar mempunyai respon terhadap kecepatan berbagai tindakan untuk mencapai tujuan.
b.     Beberapa aktivitas dalam belajar
Mendengar, memandang, 3M (meraba, mencium, mengecap / merasakan), menulis atau mencatat, membaca, mengingat, berfikir.[7]
3)     Jenis-jenis belajar
a.      Berdasarkan tujuan dan hasil yang diperoleh  dari kegiatan belajar
Belajar Abstrak, Belajar Ketrampilan, Belajar Sosial, Belajar Pemecahan Masalah, Belajar Rasional, Belajar Kebiasaan, Belajar Apresiasi, dan belajar pengetahuan.
b.     Berdasarkan cara atau proses yang ditempuh dalam belajar
Belajar berdasarkan pengamatan, Belajar Berdasarkan Gerak, Belajar Berdasarkan Menghafal, Belajar Berdasarkan Pemecahan Masalah, Belajar Berdasarkan Emosi.[8]
4)     Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hal Belajarnya
Secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi belajarr anak atau individu dapat dibagi dalm dua bagian :
1.     Faktor Endogen
Faktor Endogen atau disebut juga faktor internal, yakni semua faktor yang berada dalam diri individu. Meliputi dua faktor, yaitu faktor fisik dan faktor psikis.
a.      Faktor Fisik
Faktor fisik ini bisa kita kelompokkan lagi menjadi beberapa kelompok, antara lain faktor kesehatan. Umpamanya anak yang kurang sehat atau kurang gizi, daya tangkap dan kemampuan belajarnya akan kurang dibandingkan dengan anak yang sehat.
Selain faktor kesehatan, ada faktor lain yang penting, yaitu cacat-cacat yang dibawa sejak anak berada dalam kandungan.keadaan cacat ini juga bisa menghambat keberhasilan seseorang.
b.     Faktor Psikis
Banyak faktor yang termasuk aspek psikis yang bisa mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran. Diantara begitu banyak faktor psikis, yang paling banyak atau paling sering disoroti pada saat ini adalah faktor-faktor berikut.
(1)  Faktor intelegensi atau kemampuan
Pada dasarnya, manusia itu berbeda satu sama lain. Salah satu perbedaan itu adalah dalam hal kemampuan atau intelegensi. Kenyataan menunjukkan, ada orang yang dikaruniai kemampuan tinggi, sehingga mudah mempelajari sesuatu. Dan, sebaliknya, ada orang yang kemampuannya kurang, sehingga mengalami kesulitan untuk mempelajari sesuatu disebabkan, antara lain, oleh perbedaan pada taraf kemampuannya. Kemampuan ini penting untuk mempelajari sesuatu.[9]
(2)  Faktor perhatian dan minat
Bagi seorang anak, mempelajari suatu hal yang menarik perhatian akan lebih mudah diterima daripada mempelajari hal yang tidak menarik perhatian. Dalam penyajian pelajaran pun, hal ini tidak bisa diabaikan, terutama anak kecil. Anak-anak tertarik pada hal-hal yang baru dan menyenangkan.
(3)  Faktor bakat
Pada dasarnya bakat itu mirip dengan intelegensi. Itulah sebabnya seorang anak yang memiliki intelegensi sangat cerdas (superior) atau cerdas luar biasa (very superior) disebut juga sebagai talented child, yakni anak berbakat.
(4)  Faktor motivasi
Motivasi adalah keadaan internal organisme yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Karena belajar merupakan suatu proses yang timbul dari dalam, faktor motivasi memegang peranan pula. Kekurangan atau ketiadaan motivasi, baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal, akan menyebabkan kurang bersemangatnya anak dalam melakukan proses pembelajaran materi-materi pelajaran, baik di sekolah maupun dirumah.
(5)  Faktor kematangan
Kematangan adalah tingkat perkembangan pada individu atau organ-organnya sehingga sudah berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam proses belajar, kematangan atau kesiapan ini sangat menentukan. Oleh karena itu, setiap usaha belajar akan lebih berhasil bila dilakukan bersamaan dengan tingkat kematangan individu. Kematangan ini erat sekali hubungannya dengan masalah minat dan kebutuhan anak.
(6)  Faktor kepribadian
Faktor kepribadian seseorang turut memegang peranan dalam belajar. Orang tua terkadang melupakan faktor ini, yaitu bahwa anak adalah makhluk kecil yang memiliki kepribadian sendiri. Jadi, faktor kepribadian anak mempengaruhi keadaan anak. Fase perkembangan seoranag anak tidak selalu sama. Dalam proses pembentukan kepribadian ini, ada beberapa fase yang harus dilalui. Seorang anak yang belum mencapai fase tertentu akan mengalami kesulitan jika ia dipaksa melakukan hal-hal yang terjadi pada fase berikutnya. Anak yang memasuki fase sekolah sudah mulai tertarik pada hal-hal yang baru dan dapat melepaskan diri dari orang tua dalam waktu yang terbatas tanpa menyebabkan ketegangan bagi si anak.[10]
2.     Faktor eksogen atau disebut juga faktor eksternal, yakni semua faktor eksternal, yakni semua faktor yang berada diluar diri individu, misalnya orang tua dan guru, atau kondisi lingkungan disekitar individu. Faktor ini dibagi dalam tiga faktor.
a.      Faktor keluarga
Menurut pandangan sosiologis, keluarga adalah lembaga sosial terkecil dari masyarakat. Pengertian keluarga ini menunjukkan bahwa keluarga merupakan bagian dari masyarakat; bagian ini menentukan kesejahteraan keluarga. Dan, kesejahteraan masyarakat mempunyai pengaruh pada kesejahteraan keluarga. Analisis ini merupakan akibat logis dari pengertian keluarga sebagai sesuatu yang kecil, sebagai bagian dari sesuatu yang besar.
Faktor keluarga sebagai salah satu penentu yang berpengaruh dalam belajar, dapat dibagi lagi menjadi tiga aspek, yakni: (1) kondisi ekonomi keluarga, (2) hubungan emosional orang tua dan anak, serta (3) cara-cara orang tua mendidik anak.
(1)  Kondisi Ekonomi keluarga
Faktor ekonomi sangat besar pengaruhnya terhadap kelangsungan kehidupan keluarga. Keharmonisan hubungan antara orang tua dan anak kadang-kadang tidak terlepas dari faktor ekonomi ini. Begitu pula faktor keberhasilan seorang anak.[11]
(2)  Hubungan emosional orang tua dan anak
Hubungan emosional antara orang tua dan anak juga berpengaruh dalam keberhasilan belajar anak. Dalam suasana rumah yang selalu ribut dengan pertengkaran akan mengakibatkan terganggunya ketenangan dan konsentrasi anak, sehingga anak tidak bisa belajar dengan baik. Hubungan orang tua dan anak yang ditandai oleh sikap acuh tak acuh dapat pula menimbulkan reksi frustasi pada anak. Orang tua yang terlalu keras pada anak dapat menyebabkan “jauh”-Nya hubungan mereka yang pada gilirannya menghambat proses belajar. Sebaliknya, hubungan anak anak dan orang tua yang terlalu dekat, misalnya, ke mana pun orang tua pergi, anak selalu lekat berada disamping, kadang pula mengakibatkan anak menjadi selalu “bergantung”.
(3)  Cara mendidik anak
Biasanya, setiap keluarga mempunyai spesifikasi dalam mendidik anaknya secara diktator militer, ada yang demokratis, pendapat anak diterima oleh orang tua, tetapi ada juga keluarga yang acuh tak acuh dengan pendapat setiap anggota keluarga. Ketiga cara mendidik ini, langsung atau tidak langsung, dapat berpengaruh pada proses belajar anak.
b.     Faktor Sekolah
Faktor lingkungan sosial sekolah seperti para guru, pegawai administrasi, dan teman-teman sekolah, dapat memengaruhi semangat belajar seorang anak. Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik serta memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin, khususnya dalam hal belajar-misalnya rajin membaca dan rajin berdiskusi-dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar anak. Bimbingan yang baik dan sistematis dari guru terhadap pelajar yang mendapat kesulitan-kesulitan dalam belajar, bisa membantu kesuksesan anak dalam belajar.
c.      Faktor Lingkungan Lain
Anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang baik, memiliki intelegensi yang baik, bersekolah di suatu sekolah yang keadaan guru-gurunya serta alat-alat pelajarannya baik, belum tentu pula menjamin anak belajar dengan baik. Masih ada faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Misalnya, karena jarak antara rumah dan sekolah itu terlalu jauh, sehingga memerlukan kendaraan untuk keperlukan perjalanan yang relatif cukup lama, dan ini dapat melelahkan anak yang bisa berakibat pada proses dan hasil belajar anak.[12]




   III.          PENUTUPAN
Secara singkat dan secara umum, belajar dapat diartikan sebagai “perubahan perilaku yang relatif tetap sebagai hasil adanya pengalaman”. Disini tidak termasuk perubahan perilaku yang diakibatkan oleh kerusakan atau cacat fisik, penyakit, obat-obatan, atau perubahan karena proses pematangan.
Jenis-jenis belajar, dibagi 2 yaitu : berdasarkan tujuan dan hasil yang diperoleh; dan berdasarkan cara/reaksi yang ditempuh dalam belajar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dibagi menjadi :
1.     Faktor Endogen
a.      Faktor Fisik
b.     Faktor Psikis
1)     Faktor intelegensi atau kemampuan
2)     Faktor perhatian dan minat
3)     Faktor bakat
4)     Faktor motivasi
5)     Faktor kematangan
6)     Faktor kepribadian
2.     Faktor Eksogen
a.      Faktor keluarga
1)     Kondisi ekonomi keluarga
2)     Hubungan emosional orang tua dan anak
3)     Cara mendidik anak
b.     Faktor sekolah
c.      Faktor Lingkungan Lain
  IV.          DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarwan dan Khairil. 2010. PSIKOLOGI PENDIDIKAN (Dalam Perspektif Baru). Bandung : Alfabeta
Purwanto, Ngalim . 1999. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya
Sobur, Alex . 2009. PSIKOLOGI UMUM. Bandung : Pustaka Setia
Soemanto, Wasty . 1988. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta
Suryabrata, Sumadi. 1989. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rajawali


[1] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1988) hlm.104
[2] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1999), hlm.84)
[3] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rajawali, 1989), hlm.247
[4] Alex Sobur, PSIKOLOGI UMUM, (Bandung : Pustaka Setia, 2009), hlm.217)
[5] Ibid, hlm.218
[6] Ibid, hlm.221-222
[7] Wasty Soemanto.....Opcit, hlm. 105-113
[8] Alex Sobur,....Opcit, hlm.240-243
[9] Ibid, hlm. 244-245
[10] Ibid, hlm.246-247
[11] Ibid, hlm.248-249
[12] Ibid, hlm.250-251
       I.          PENDAHULUAN
Banyak orang yang beranggapan, bahwa yang dimaksud dengan belajar adalah mencari ilmu atau menuntut ilmu. Ada lagi yang secara khusus mengartikan belajar adalah menyerap pengetahuan. Memang kalau kita bertanya kepada seseorang tentang apakah belajar itu, akan memperoleh jawaban yang bermacam-macam. Perbedaan pendapat orang tentang arti belajar itu disebabkan karena adanya kenyataan, bahwa perbuatan belajar itu sendiri bermacam-macam. Banyak  jenis kegiatan yang oleh kebanyakan orang dapat disepakati sebagai perbuatan belajar misalnya menirukan ucapan kalimat, mengumpulkan perbendaharaan kata, mengumpulkan fakta-fakta, menghafalkan lagu, menghitung dan mengerjakan soal-soal matematika, dan sebagainya. Tidak semua kegiatan dapat tergolong sebagai kegiatan belajar misalnya : melamun, marah, menjiplak, dan menikmati hiburan.
Berikut ini akan dijelaskan tentang belajar sekaligus faktor-faktor yang mempengaruhinya.
     II.          PEMBAHASAN
1)     Pengertian Belajar
Terdapat banyak definisi belajar. Berikut ini dikemukakan beberapa definisi yang menurut para ahli.
a.      Menurut James O. Wittaker, belajar dapat didefinisikan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. “Learning may be defined as the process by which behavior originates or is altered through training or experience.” (Wittaker, 1970:15). Dengan demikian, perubahan-perubahan tingkah laku akibat pertumbuhan fisik atau kematangan, kelelahan, penyakit, atau pengaruh obat-obatan adalah tidak termasuk sebagai belajar.
b.     Definisi yang tidak jauh berbeda dengan definisi diatas, dikemukakan oleh Cronbach dalam bukunya yang berjudul “Educational Psychology.” “Learning is shown by change in behavior as a result of expe-rience.” (Cronbach,1954:p.47). Dengan demikian, belajar yang efektif adalah melalui pengalaman. Dalam proses belajar, seseorang berinteraksi langsung dengan objek belajar dengan menggunakan semua alat indranya.[1]
c.      Hilgard dan Bower, dalam bukunya Theories of Learning, mengemukakan bahwa “Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu”.
d.     Gagne, dalam bukunya The Conditions of Learning, menyatakan bahwa “Belajar terjadi apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya berubah dari waktu sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi”.
e.      Morgan, dalam bukunya Introduction to Psychology, menyatakan bahwa “belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman”.
f.      Witherington, dalam bukunya Educational Psychology, menyatakan bahwa “Belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru daripada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertiian”.[2]
g.     Good dan Brophy dalam bukunya Educational Psychology a Approach mengemukakan arti belajar yaitu Learning is the development of new assosiations as a result of experiience. Selanjutnya ia menjelaskan bahwa belajar merupakan suatu proses yang tidak dapat dilihat dengan nyata, proses itu terjadi didalam diri seseorang yang sedang mengalami belajar.[3]
Belajar menurut anggapan sementara orang, adalah proses yang terjadi dalam otak manusia. Saraf dan sel-sel otak yang bekerja mengumpulkan semua yang dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, dan lain-lain, lantas disusun oleh otak sebagai hasil belajar. Itulah sebabnya, orang tidak bisa belajar jika fungsi otaknya terganggu.[4]
Secara singkat dan secara umum, belajar dapat diartikan sebagai “perubahan perilaku yang relatif tetap sebagai hasil adanya pengalaman”. Disini tidak termasuk perubahan perilaku yang diakibatkan oleh kerusakan atau cacat fisik, penyakit, obat-obatan, atau perubahan karena proses pematangan.[5]
Dari definisi-definisi yang dikemukakan diatas, dapat disimpulkan adanya beberapa elemen penting yang mencirikan pengertian tentang belajar, yaitu :
1.     Situasi belajar mesti bertujuan, dan tujuan-tujuan tersebut diterima, baik oleh individu maupun masyarakat.
2.     Belajar adalah suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengalahkan kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi jiga ada kemungkinan yang mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.
3.     Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman.
4.     Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu relatif mantap, harus merupakan akhir dari suatu periode waktu yang cukup panjang.
5.     Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik fisik maupun psikis.[6]
2)     Beberapa Aktifitas yang Termasuk Belajar
Telah dikemukakan diatas, bahwa belajar tergantung pada kebutuhan dan motivasii. Sebelum dikemukakan jenis aktivitas belajar, baiknya dikemukakan dulu tentang set belajar.
a.      Gambaran tentang set belajar
Suatu set adalah arah terhadap pekerjaan didalam suatu set terdapat berbagai alternatif objek atau materi. Manfaat dari set belajar adalah membuat sipelajar mempunyai respon terhadap kecepatan berbagai tindakan untuk mencapai tujuan.
b.     Beberapa aktivitas dalam belajar
Mendengar, memandang, 3M (meraba, mencium, mengecap / merasakan), menulis atau mencatat, membaca, mengingat, berfikir.[7]
3)     Jenis-jenis belajar
a.      Berdasarkan tujuan dan hasil yang diperoleh  dari kegiatan belajar
Belajar Abstrak, Belajar Ketrampilan, Belajar Sosial, Belajar Pemecahan Masalah, Belajar Rasional, Belajar Kebiasaan, Belajar Apresiasi, dan belajar pengetahuan.
b.     Berdasarkan cara atau proses yang ditempuh dalam belajar
Belajar berdasarkan pengamatan, Belajar Berdasarkan Gerak, Belajar Berdasarkan Menghafal, Belajar Berdasarkan Pemecahan Masalah, Belajar Berdasarkan Emosi.[8]
4)     Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hal Belajarnya
Secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi belajarr anak atau individu dapat dibagi dalm dua bagian :
1.     Faktor Endogen
Faktor Endogen atau disebut juga faktor internal, yakni semua faktor yang berada dalam diri individu. Meliputi dua faktor, yaitu faktor fisik dan faktor psikis.
a.      Faktor Fisik
Faktor fisik ini bisa kita kelompokkan lagi menjadi beberapa kelompok, antara lain faktor kesehatan. Umpamanya anak yang kurang sehat atau kurang gizi, daya tangkap dan kemampuan belajarnya akan kurang dibandingkan dengan anak yang sehat.
Selain faktor kesehatan, ada faktor lain yang penting, yaitu cacat-cacat yang dibawa sejak anak berada dalam kandungan.keadaan cacat ini juga bisa menghambat keberhasilan seseorang.
b.     Faktor Psikis
Banyak faktor yang termasuk aspek psikis yang bisa mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran. Diantara begitu banyak faktor psikis, yang paling banyak atau paling sering disoroti pada saat ini adalah faktor-faktor berikut.
(1)  Faktor intelegensi atau kemampuan
Pada dasarnya, manusia itu berbeda satu sama lain. Salah satu perbedaan itu adalah dalam hal kemampuan atau intelegensi. Kenyataan menunjukkan, ada orang yang dikaruniai kemampuan tinggi, sehingga mudah mempelajari sesuatu. Dan, sebaliknya, ada orang yang kemampuannya kurang, sehingga mengalami kesulitan untuk mempelajari sesuatu disebabkan, antara lain, oleh perbedaan pada taraf kemampuannya. Kemampuan ini penting untuk mempelajari sesuatu.[9]
(2)  Faktor perhatian dan minat
Bagi seorang anak, mempelajari suatu hal yang menarik perhatian akan lebih mudah diterima daripada mempelajari hal yang tidak menarik perhatian. Dalam penyajian pelajaran pun, hal ini tidak bisa diabaikan, terutama anak kecil. Anak-anak tertarik pada hal-hal yang baru dan menyenangkan.
(3)  Faktor bakat
Pada dasarnya bakat itu mirip dengan intelegensi. Itulah sebabnya seorang anak yang memiliki intelegensi sangat cerdas (superior) atau cerdas luar biasa (very superior) disebut juga sebagai talented child, yakni anak berbakat.
(4)  Faktor motivasi
Motivasi adalah keadaan internal organisme yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu. Karena belajar merupakan suatu proses yang timbul dari dalam, faktor motivasi memegang peranan pula. Kekurangan atau ketiadaan motivasi, baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal, akan menyebabkan kurang bersemangatnya anak dalam melakukan proses pembelajaran materi-materi pelajaran, baik di sekolah maupun dirumah.
(5)  Faktor kematangan
Kematangan adalah tingkat perkembangan pada individu atau organ-organnya sehingga sudah berfungsi sebagaimana mestinya. Dalam proses belajar, kematangan atau kesiapan ini sangat menentukan. Oleh karena itu, setiap usaha belajar akan lebih berhasil bila dilakukan bersamaan dengan tingkat kematangan individu. Kematangan ini erat sekali hubungannya dengan masalah minat dan kebutuhan anak.
(6)  Faktor kepribadian
Faktor kepribadian seseorang turut memegang peranan dalam belajar. Orang tua terkadang melupakan faktor ini, yaitu bahwa anak adalah makhluk kecil yang memiliki kepribadian sendiri. Jadi, faktor kepribadian anak mempengaruhi keadaan anak. Fase perkembangan seoranag anak tidak selalu sama. Dalam proses pembentukan kepribadian ini, ada beberapa fase yang harus dilalui. Seorang anak yang belum mencapai fase tertentu akan mengalami kesulitan jika ia dipaksa melakukan hal-hal yang terjadi pada fase berikutnya. Anak yang memasuki fase sekolah sudah mulai tertarik pada hal-hal yang baru dan dapat melepaskan diri dari orang tua dalam waktu yang terbatas tanpa menyebabkan ketegangan bagi si anak.[10]
2.     Faktor eksogen atau disebut juga faktor eksternal, yakni semua faktor eksternal, yakni semua faktor yang berada diluar diri individu, misalnya orang tua dan guru, atau kondisi lingkungan disekitar individu. Faktor ini dibagi dalam tiga faktor.
a.      Faktor keluarga
Menurut pandangan sosiologis, keluarga adalah lembaga sosial terkecil dari masyarakat. Pengertian keluarga ini menunjukkan bahwa keluarga merupakan bagian dari masyarakat; bagian ini menentukan kesejahteraan keluarga. Dan, kesejahteraan masyarakat mempunyai pengaruh pada kesejahteraan keluarga. Analisis ini merupakan akibat logis dari pengertian keluarga sebagai sesuatu yang kecil, sebagai bagian dari sesuatu yang besar.
Faktor keluarga sebagai salah satu penentu yang berpengaruh dalam belajar, dapat dibagi lagi menjadi tiga aspek, yakni: (1) kondisi ekonomi keluarga, (2) hubungan emosional orang tua dan anak, serta (3) cara-cara orang tua mendidik anak.
(1)  Kondisi Ekonomi keluarga
Faktor ekonomi sangat besar pengaruhnya terhadap kelangsungan kehidupan keluarga. Keharmonisan hubungan antara orang tua dan anak kadang-kadang tidak terlepas dari faktor ekonomi ini. Begitu pula faktor keberhasilan seorang anak.[11]
(2)  Hubungan emosional orang tua dan anak
Hubungan emosional antara orang tua dan anak juga berpengaruh dalam keberhasilan belajar anak. Dalam suasana rumah yang selalu ribut dengan pertengkaran akan mengakibatkan terganggunya ketenangan dan konsentrasi anak, sehingga anak tidak bisa belajar dengan baik. Hubungan orang tua dan anak yang ditandai oleh sikap acuh tak acuh dapat pula menimbulkan reksi frustasi pada anak. Orang tua yang terlalu keras pada anak dapat menyebabkan “jauh”-Nya hubungan mereka yang pada gilirannya menghambat proses belajar. Sebaliknya, hubungan anak anak dan orang tua yang terlalu dekat, misalnya, ke mana pun orang tua pergi, anak selalu lekat berada disamping, kadang pula mengakibatkan anak menjadi selalu “bergantung”.
(3)  Cara mendidik anak
Biasanya, setiap keluarga mempunyai spesifikasi dalam mendidik anaknya secara diktator militer, ada yang demokratis, pendapat anak diterima oleh orang tua, tetapi ada juga keluarga yang acuh tak acuh dengan pendapat setiap anggota keluarga. Ketiga cara mendidik ini, langsung atau tidak langsung, dapat berpengaruh pada proses belajar anak.
b.     Faktor Sekolah
Faktor lingkungan sosial sekolah seperti para guru, pegawai administrasi, dan teman-teman sekolah, dapat memengaruhi semangat belajar seorang anak. Para guru yang selalu menunjukkan sikap dan perilaku yang simpatik serta memperlihatkan suri teladan yang baik dan rajin, khususnya dalam hal belajar-misalnya rajin membaca dan rajin berdiskusi-dapat menjadi daya dorong yang positif bagi kegiatan belajar anak. Bimbingan yang baik dan sistematis dari guru terhadap pelajar yang mendapat kesulitan-kesulitan dalam belajar, bisa membantu kesuksesan anak dalam belajar.
c.      Faktor Lingkungan Lain
Anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang baik, memiliki intelegensi yang baik, bersekolah di suatu sekolah yang keadaan guru-gurunya serta alat-alat pelajarannya baik, belum tentu pula menjamin anak belajar dengan baik. Masih ada faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Misalnya, karena jarak antara rumah dan sekolah itu terlalu jauh, sehingga memerlukan kendaraan untuk keperlukan perjalanan yang relatif cukup lama, dan ini dapat melelahkan anak yang bisa berakibat pada proses dan hasil belajar anak.[12]




   III.          PENUTUPAN
Secara singkat dan secara umum, belajar dapat diartikan sebagai “perubahan perilaku yang relatif tetap sebagai hasil adanya pengalaman”. Disini tidak termasuk perubahan perilaku yang diakibatkan oleh kerusakan atau cacat fisik, penyakit, obat-obatan, atau perubahan karena proses pematangan.
Jenis-jenis belajar, dibagi 2 yaitu : berdasarkan tujuan dan hasil yang diperoleh; dan berdasarkan cara/reaksi yang ditempuh dalam belajar.
Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dibagi menjadi :
1.     Faktor Endogen
a.      Faktor Fisik
b.     Faktor Psikis
1)     Faktor intelegensi atau kemampuan
2)     Faktor perhatian dan minat
3)     Faktor bakat
4)     Faktor motivasi
5)     Faktor kematangan
6)     Faktor kepribadian
2.     Faktor Eksogen
a.      Faktor keluarga
1)     Kondisi ekonomi keluarga
2)     Hubungan emosional orang tua dan anak
3)     Cara mendidik anak
b.     Faktor sekolah
c.      Faktor Lingkungan Lain
  IV.          DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarwan dan Khairil. 2010. PSIKOLOGI PENDIDIKAN (Dalam Perspektif Baru). Bandung : Alfabeta
Purwanto, Ngalim . 1999. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya
Sobur, Alex . 2009. PSIKOLOGI UMUM. Bandung : Pustaka Setia
Soemanto, Wasty . 1988. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta
Suryabrata, Sumadi. 1989. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rajawali


[1] Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1988) hlm.104
[2] Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1999), hlm.84)
[3] Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Rajawali, 1989), hlm.247
[4] Alex Sobur, PSIKOLOGI UMUM, (Bandung : Pustaka Setia, 2009), hlm.217)
[5] Ibid, hlm.218
[6] Ibid, hlm.221-222
[7] Wasty Soemanto.....Opcit, hlm. 105-113
[8] Alex Sobur,....Opcit, hlm.240-243
[9] Ibid, hlm. 244-245
[10] Ibid, hlm.246-247
[11] Ibid, hlm.248-249
[12] Ibid, hlm.250-251